Damn! Quotes

Sebelumnya perhatikan attachment image diatas. Itu benar – benar screenshot dari salah satu folder di notebook saya. Jadi saya itu suka ‘mengkoleksi’ –what the hell with that word- kata – kata motivasi atau quotes atau apalah itu orang menyebutnya. Kegiatan berseluncur saya di dunia maya, termasuk sosmed membuat saya mempermudah mengumpulkan itu.

Dari manapun itu, saya lihat, if they are good then I save. Quotes tersebut tidak jarang membuat saya tergugah, bersemangat, kadang terharu, pernah juga sampai benar – benar termotivasi, so I choose to save it all. Mulai dari quotes kepercayaan sampai quotes dari tokoh terkenal. Itu terus dilakukan sampai saya kaget telah mengumpulkan lebih dari 300 images of quotes. What the….!
 
Saya benar – benar tidak tahu tepatnya sejak kapan, but it’s really too many that collected by me. Setelah melihat betapa banyaknya saya berpikir, mungkinkah ada yang namanya quotes syndrome atau mungkin quotes addicted!? Terus berpikir, untuk apa ya saya melakukan itu? Untuk menyemangati diri? Untuk obat motivasi saat saya down. Kok saya jadi seperti orang yang punya tekanan mental atau depresi parah ya? Hahaha.

Memang ada saatnya setiap orang down, tapi saya pikir mengkoleksi ratusan kata – kata motivasi tidak serta merta menjamin bahwa saya tidak akan pernah down lagi. Atau saat saya down itu bisa dibaca sebagai mantra penyembuh? Tidak juga. Saya tidak pernah repot – repot untuk membaca setiap isi di foto itu satu demi satu yang saya kumpulkan sejak lama. I mean, it’s work but not to second time. Maybe, I’m not sure about that. Malah semakin banyak quotes itu saya bingung untuk apa. Pajangan? Hiasan? Foto profil sosmed?

Terlepas dari membuat penyimpanan notebook saya menjadi penuh dan saya akan menghapusnya segera, saya melihat ini dari sudut pandang lain. Mengapa saya membutuhkan itu, saat down atau tidak? kalau saya suka just smile at them then ignore. Seharusnya sih seperti itu ya.

Mengapa saya tidak bisa memotivasi diri sendiri? Tanpa butuh quotes atau kata – kata motivasi –apalagi seminar membosankan- dari orang lain sekalipun itu tokoh yang berpengaruh? Bukankah saat saya jatuh saya sendiri yang bangun. Hanya butuh beberapa tenaga lebih untuk bangkit atau sedikit meringis menahan perih. Dan yang menjalani ini adalah saya. Yang dapat menentukan saya, mengapa mesti perlu dipengaruhi orang lain? Arggh so damn quotes!

ANI LESTARI

No comments:

Post a Comment

Thanks for comments, I will reply soon!